REVIEW
KIMIA DASAR
PERTEMUAN
KE-1 4
NAMA
: LUFITA
NIM
: A1C217021
DOSEN
PENGAMPU : Dr. YUSNELTI, M.Si
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN
MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2017
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gaya antar molekul adalah gaya aksi di antara
molekul-molekul yang menimbulkan tarikan antarmolekul dengan berbagai tingkat
kekuatan. Pada suhu tertentu, kekuatan tarikan antarmolekul menentukan wujud
zat, yaitu gas, cair, atau padat.
Kekuatan gaya antar molekul lebih lemah dibandingkan
ikatan kovalen maupun ikatan ion. Ikatan kimia dan gaya antarmolekul memiliki
perbedaan. Ikatan kimia merupakan gaya tarik menarik di antara atom-atom yang
berikatan, sedangkan gaya antar molekul merupakan gaya tarik menarik di antara
molekul.
Ada tiga jenis gaya antarmolekul, yaitu gaya dipol-dipol,
gaya London, dan ikatan hidrogen. Gaya dipol-dipol dan gaya London dapat
dianggap sebagai satu jenis gaya, yaitu gaya van der Waals.
Gaya antarmolekul yang dihasilkan mempengaruhi sifat
fisis senyawa, diantaranya titik didih dan titik leleh, wujud zat, kekentalan,
kelarutan dan berntuk permukaan cairan.
1.2 Tujuan
·
Mengetahui bentuk dan gaya tarik menarik
antar molekul
·
Mengetahui pentingnya gaya tarik menarik
antara molekul
·
Mengetahui macam-macam gaya tarik menarik
antar molekul
·
Membandingkan beberapa sifat umum dari gas,
cairan, dan zat padat
·
Mengetahui panas penguapan
·
Mengetahui tekanan uap dari zat padat dan
cairan
·
Mengetahui prinsip Le Chatelier
·
Mengetahui titik didih dan titik beku
·
Mengetahui zat padat yang berbentuk kristal
·
Mengetahui kisi dan struktur kristal
·
Mengetahui jenis kristal dan sifatnya
·
Mengetahui diagram pemanasan dan pendinginan
; perubahan keadaan
·
Mengetahui diagram fase
·
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 BENTUK DAN GAYA TARIK MENARIK ANTAR MOLEKUL
Sifat-sifat fisik dari gas yang dipelajari
terdahulu sangat berlainan pada dua bentuk zat lainnya yaitu pada zat cair dan
padat. Yang jelas kita tak akan pernah dapat melihat gas kecuali yang berwarna.
Kita tak pernah menyadari bahwa udara kita mengandung berbagai macam gas
kecuali bila ada angin atau melihat dawn-dawn digerakkan angin atau menemukan
bahwa gas akan menyebabkan suatu tekanan. Tetapi sebaliknya dengan jelas dapat
kita lihat bahwa danau berisi air atau terlihat adanya gunung es. Uap air di
udara. (yang kita kenal dengan kelembaban), air dalam danau dan air yang
membeku di gunung es. Semua terbentuk dari zat kimia yang sama. Semua terbentuk
dari molekul-molekul air dan mempunyai sifat-sifat kimia yang sama. Yang
membuat bentuknya berbeda adalah sifat-sifat fisiknya. Dalam artikel ini akan
dipelajari mengapa ada perbedaan antara gas, cairan dan zat padat dan adanya
sifat-sifat penting dalam cairan dan zat padat. Juga akan dipelajari terjadinya
perubahan dari satu bentuk ke bentuk lainnya serta makna dari semuanya ini.
2.2 PENTINGNYA GAYA TARIK MENARIK ANTARA MOLEKUL
Salah satu yang menarik dari gas adalah
sifat-sifatnya yang tak bergantung dari susunan kimianya. Tanpa terlalu banyak
pentimpangan, kita dapat menganggap gas-gas sebagai “gas ideal’, asal suhunya
tinggi. Kenyataannya ketidak tergantungan sifat-sifat fisik gas dari komposisi
kimianya yang menyebabkan adanya hokum-hukum gas yang sangat berguna.
Kebalikannya untuk cairan dan zat padat tak ada hokum yang menyeluruh
dibandingkan dengan hokum gas. Sifat-sifat fisik zat cair atau zat padat sangat
tergantung dari macam partikel dimana zat tersebut terbentuk.
Perbedaan yang mendasar dari ketergantungan sifat-sifat
gas pada komposisi kimianya mudah dimengerti bila kita ingat perbedaan utama
dari gas dengan zat cair dan zat padat, yaitu jumlah dari partikel-partikelnya,
dimana jarak antara partikel-partikelnya akan mempengaruhi keefektifan gaya
tarik menarik antar molekul.
Jika kita menggunakan magnet, akan diketahui
bagaimana jarak akan mempengaruhi kuatnya daya tarik. Bila dua buah magnet
berdekatan, salah satu kutub U akan menarik kutub S dari magnet yang lain
secara kuat. Tapi bila magnet tersebut sedikit dijauhkan, maka gaya tarik
menariknya tak kelihatan sama sekali. Kekuatan daya tarik akan berkurang secara
cepat bila jarak antara kedua magnet bertambah jauh. Hal yang sama akan terjadi
pada kekuatan gaya tarikmenarik antar molekul.
Pada gas, letak partikel-partikelnya
berjauhan, gaya tarik sama lemahnya karena jarak antara partikel-partikelnya
besar. Sebab itu, bila beberapa gas dibandingkan, kemampuan daya tarik antara
molekul gas-gas tersebut sangatlah kecil sehingga dapat diabaikan keuali dibuat
pengukuran yang sangat teliti. Akibatnya semua gas akan memiliki sifat-sifat
yang sama. Bila gas dikondensasi menjadi cairan atau zat padat, maka
partikel-partikelnya akan menjadi berdekatan sehingga hampir tak ada jarak
antara molekul. Karena partikel menjadi dekat, gaya tarikmenarik antara
molekulnya menjadi besar akibatnya sifat-sifat dari cairan atau zat padat
sangat dipengaruhi oleh gaya tarik menarik. Kemudian, karena jarak antara
molekulnya kecil, gaya tarik pada keadaan terkondensasi ini menjadi kuat, maka
perbedaan yang dapat diabaikan pada fasa gas harus diperhitungkan. Sebab itu,
bagaimana komposisi kimia berpengaruh pada gaya tarik menarik antara molekul
akan menjadi factor yang menonjol dalam menentukan perbedaan sifat fisik dari zat
cair dan zat padat. Maka untuk memehami zat cair dan zat padat perlu diketahui
gaya tarik menarik antara molekul serta faktor-faktor yang mempengaruhi
kekuatannya.
2.3 MACAM-MACAM GAYA TARIK MENARIK ANTAR MOLEKUL
Ada tiga macam gaya antar molekul, yaitu :
1. Gaya London
Gaya London merupakan gaya antar dipol
sesaat pada molekul non polar. Gaya London dapat terjadi pada gas
mulia yang mempunyai keelektronegatifan nol. Seperti yang diketahui, molekul
non polar seharusnya tidak mempunyai kutub/polar (sesuai dengan namanya).
Namun, karena adanya pergerakan elektron mengelilingi atom/molekul, maka ada
saat-saat tertentu dimana elektron akan "berkumpul" (terkonsentrasi)
di salah satu ujung/tepi molekul, sedang di tepi yang lain elektronnya "kosong".
Hal ini membuat molekul tersebut "tiba-tiba" memiliki dipol, yang
disebut dipol sesaat. Munculnya dipol ini akan menginduksi dipol
tetangga disebelahnya. Ikatan dipol sangat lemah, tetapi iaktannya akan
bertambah kuat dengan bertambahnya elektron, sehingga titik didih makin tinggi.
Contohnya pada Neon, dimana gas neon bisa dicairkan.
Kekuatan gaya London bergantung pada beberapa faktor,
antara lain :
a. Kerumitan Molekul
Lebih banyak terdapat interaksipada molekul kompleks dari
molekul sederhana, sehingga Gaya London lebih besar dibandingkan molekul
sederhana.
Makin besar Mr makin kuat Gaya London.
b. Ukuran Molekul
Molekul yang lebih besar mempunyai tarikan lebih besar
dari pada molekul berukuran kecil. Sehingga mudah terjadi kutub listrik sesaat yang
menimbulkan Gaya London besar.
Dalam satu golongan dari atas ke bawah, ukurannya
bertambah besar, sehingga gaya londonnya juga semakin besar.
2. Gaya Van der Waals (gaya tarik antara dipol-dipol)
Gaya Van der Waals merupakan gaya tarik
antar dipol pada molekul polar (molekul yang mempunyai perbedaan
keelektronegatifan yang sangat kecil). Gaya ini sangat lemah, maka zat yang
mempunyai ikatan Van der Waals akan mempunyai titik didih yang sangat rendah
dan bersifat permanen sehingga lebih kuat dari gaya London. Molekul polar
memiliki ujung-ujung yang muatannya berlawanan. Ketika dikumpulkan, maka
molekul polar akan mengatur dirinya (membentuk formasi) sedemikian
hingga ujung yang bermuatan positif akan berdekatan dengan ujung yang
bermuatan negatif dari molekul lain. Tapi tentu saja formasinya tidak
statis/tetap. Kenapa? Karena sebenarnya molekul selalu bergerak dan
bertumbukan/tabrakan.
Catatan:
Molekul/atom/zat akan diam tak bergerak jika energi kinetiknya = 0 (nol). Keadaan ini disebut keadaan diam mutlak, dicapai jika benda berada pada suhu 00K (-2730C)
Molekul/atom/zat akan diam tak bergerak jika energi kinetiknya = 0 (nol). Keadaan ini disebut keadaan diam mutlak, dicapai jika benda berada pada suhu 00K (-2730C)
Gaya Van der Waals diperlihatkan dengan garis
merah (putus-putus). Kekuatan gaya tarik antara dipol ini biasanya lebih lemah
dari kekuatan ikatan ionik atau kovalen (kekuatannya hanya 1% dari ikatan).
Kekuatannya juga akan berkurang dengan cepat bila jarak antar dipol makin
besar. Jadi gaya Van der Waaals suatu molekul akan lebih kuat pada fase padat
dibanding cair dan gas.
Gaya van der Waals Gaya Van der Waals terdapat pada
senyawa Hidrokarbon contohnya pada CH4. Senyawa-senyawa yang mempunyai ikatan
Van der Waals akan mempunyai titik didih yang sangat rendah, tetapi dengan
bertambahnya Mr ikatan akan makin kuat sehingga titik didih lebih tinggi.
3. Ikatan Hidrogen
Ikatan Hidrogen adalah ikatan yang terjadi antara atom
Hidrogen (H) dengan atom yang keelektronegatifannya tinggi seperti nitrogen
(N), oksigen (O), fluor (F) baik antar molekul/inter molekul. Kutub positif
pada kedudukan H berikatan dengan kutub negatif pada kedudukan atom yang
keelektronegatifannya besar seperti N, O, F. Gaya tarik dipol yang kuat terjadi
antara molekul-molekul tersebut. Gaya tarik antar molekul yang terjadi memiliki
kekuatan 5 sampai 10% dari ikatan kovalen.
Gambaran ikatan hidrogen dapat dilihat pada gambar
berikut:
Ikatan hidrogen diperlihatkan pada garis merah
(putus-putus). Meskipun tidak terlalu kuat, ikatan hidrogen tersebar diseluruh
molekul. Inilah sebabnya air (H2O) memiliki titik didih yang relatif
lebih tinggi bila dibandingkan dengan senyawa lain dengan berat molekul (Mr)
yang hampir sama. Sebut misalnya CO2 (Mr=48) dalam suhu kamar sudah
berwujud gas, sedangkan air (H2O) dengan berat molekul lebih kecil (Mr=18)
pada suhu kamar (20 0C) masih berada pada fase cair. Ikatan hydrogen
jauh lebih kuat dari pada gaya Van der Waals, sehingga zat yang mempunyai
ikatan Hidrogen mempunyai titik cair dan titik didih yang relatif tinggi.
Karena kekuatan ikatan Hidrogen lebih besar dibanding
gaya Van der Waals, maka ikatan hidrogen akan lebih dominan mempengaruhi sifat
fisik air. Apabila sebuah molekul memiliki lebih dari satu jenis gaya antar
molekul, maka penentuan jenis gaya yang terjadi dalam molekul tersebut dipilih
berdasarkan gaya yang dominan/lebih kuat.
2.4 MEMBANDINGKAN BEBERAPA SIFAT UMUM DARI GAS, CAIRAN
DAN ZAT PADAT
Zat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
mempunyai massa dan menempati ruang. Maksud dari menempati ruang adalah
memiliki volume Zat secara umum dibagi menjadi tiga antara lain zat padat,
zat gas dan zat cair.
·
Zat Padat
Padat adalah keadaan benda di mana volume dan
bentuk tetap. Dalam benda padat, atom/molekul berdekatan, atau
"keras", tetapi, tidak mencegah benda padat berubah bentuk atau
terkompresi. Dalam fase padat, atom memiliki order ruang karena
semua benda memilikienergi kinetik, atom dalam benda padat yang paling
keras bergeraksedikit, tetapi gerakan ini tak terlihat.
·
Zat Cair
Zat Cair adalah zat di mana volumenya mengikuti bentuk
wadah. Zat cair merupakan salah satu jenis fluida. Fluida merupakan zat yang
mengalir.
·
Zat Gas
Gas adalah suatu fase benda. Seperti cairan,
gas mempunyai kemampuan untuk mengalir dan dapat berubah bentuk. Namun berbeda
dari cairan, gas yang tak tertahan tidak mengisi suatu volume yang telah
ditentukan, sebaliknya gas mengembang dan mengisi ruang apapun di mana mereka
berada. Tenaga gerak/energi kinetis dalam suatu gas adalah bentuk zat
terhebat kedua (setelah plasma). Karena penambahan energi kinetis ini,
atom-atom gas dan molekulsering memantul antara satu sama lain, apalagi
jika energi kinetis ini semakin bertambah.
Sifat Zat Padat, Cair dan Gas
a. Sifat Zat Padat
Sifat-sifat zat padat adalah sebagai berikut :
·
Jarak antar partikelnya sangat rapat
·
Gaya tarik antar partikelnya sangat
kuat
·
Bentuknya tetap
·
Volumenya tetap
Karena gaya tarik antar partikel pada zat padat
sangat kuat maka bentuk zat padat cenderung tetap bila tidak ada gaya atau
reaksinya yang mempengaruhinya. Contoh zat padat adalah batu, kayu, besi dan
lain-lain.
b. Sifat Zat Cair
Sifat-sifat zat cair adalah sebagai berikut :
·
Jarak antar partikelnya agak renggang
·
Gaya tarik antar partikelnya agak kuat
·
Volumenya tetap
·
Bentuknya berubah
Gaya tarik antar partikel zat cair agak kuat artinya
lebih lemah dibanding dengan gaya tarik pada partikel zat padat. Agak lemahnya
gaya tarik ini mengakibatkan bentuk zat cair dapat berubah-ubah sesuai dengan
tempatnya (wadahnya).
c. Sifat Zat Gas
Sifat-sifat zat gas adalah sebagai berikut :
·
Jarak antar partikelnya sangat renggang
·
Gaya tarik antar partikelnya sangat lemah
·
Volumenya berubah
·
Bentuknya berubah
Lemahnya gaya tarik menarik antar partikel pada zat gas
menyababkan bentuk dan volume zat gas selalu berubah sesuai dengan ruang yang
ditempatinya. Yang menjadi ciri khas suatu zat sehinggaa dapat membedakan dari
satu zat dengan zat lain adalah massa jenis.
2.5 PANAS PENGUAPAN
Panas atau kalor penguapan, atau
lengkapnya perubahan entalpi penguapan standar, ΔvHo, adalah energi yang dibutuhkan untuk mengubah suatu
kuantitas zat menjadi gas.
Energi ini diukur pada titik didih zat dan walaupun nilainya
biasanya dikoreksi ke 298 K, koreksi ini kecil dan sering lebih
kecil daripada deviasi standar nilai
terukur. Nilainya biasanya dinyatakan dalam kJ/mol, walaupun bisa juga dalam
kJ/kg, kkal/mol, kal/g dan Btu/lb.
Panas penguapan dapat dipandang sebagai
energi yang dibutuhkan untuk mengatasi interaksi
antarmolekul di dalam cairan(atau padatan pada sublimasi). Karenanya, helium memiliki nilai yang sangat rendah, 0,0845 kJ/mol,
karena lemahnya gaya van der Waals antar
atomnya. Di sisi lain, molekul air cair diikat oleh ikatan hidrogen yang relatif kuat, sehingga panas penguapannya,
40,8 kJ/mol, lebih dari lima kali energi yang dibutuhkan untuk memanaskan air
dari 0 °C hingga 100 °C (cp = 75,3
J/K/mol).
Harus diperhatikan, jika menggunakan panas penguapan
untuk mengukur kekuatan gaya antarmolekul, bahwa gaya-gaya tersebut mungkin tetap ada
dalam fase gas (seperti pada kasus air), sehingga nilai perhitungan kekuatan
ikatan akan menjadi terlalu rendah. Hal ini terutama ditemukan pada logam, yang
sering membentuk molekul ikatan kovalen dalam fase gas. Dalam kasus ini, perubahan
entalpi standar atomisasi harus digunakan untuk menemukan nilai energi ikatan
yang sebenarnya.
Bila 1 mol air pada 100 C menguap, 40660
J, atau 40,66 kJ kalor harus di tambahkan kepada air ini agar berubah menjadi 1
mol kukus. Tepat sama seperti kasus pembekuan ( pelelehan), temperature tidak
naik selama penguapan. Energy panas sebanyak 4066 jJ digunakan untuk melewan
gaya- gaya tarik sehingga molekul- molekul air dapat melepaskan diri satu dari
yang lain sebagai molekul gas (kukus). Banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk
mengubah 1mol zat cair menjadi gas pada temperature yang sama disebut kalor
penguapan molar. Kalor penguapa biasanya ditetapkan pada titik didih
normal suatu zat, kecuali bila dinyatakan lain. Banyaknya energy panas yang
dibebaskan bila satu mol suatu zat mengembun, yang aisebut kalor pengembunan
molar, sama dengan kalor yang diperlukan bila 1mol zat (cair) menguap.
Misalnya, dibebaskan 40,66 kJ ke sekitarnya, bila 1 mol kukus mengembun pada
100C. Contoh: Hitunglah banyaknya kalor yang diperlikan untuk mengubah 0,0 g
brom padat pada -7C menjadi uap pada 59,0 C. Jawaban. Dalam 10,0 g
Brom , Br2 , terdapat 10,0 g X 1mol/ 159,8 g = 0,0626 mol Untuk
melelehkan brom: ( 10,54 kJ/mol) ( 0.06262mol) = 0,660 Untuk memanaskan brom
darin7,0 kepadakalor total 59,0C : [(0,0757 kJ/ mol.C) ( 0,0626C) = 0,313 kJ
Untuk menguapkan brom : (30,0 kJ/ mol) (0,0626 mol) = 1,88 kJ Kalor total yang
diperlukan 0,660 kJ + 0,313 kJ + 1,88 kJ = 2,85 kJ
2.6 TEKANAN UAP DARI ZAT PADAT DAN CAIRAN
Tekanan uap adalah tekanan suatu uap pada kesetimbangan dengan fase bukan uap-nya. Semua zat padat dan cairmemiliki
kecenderungan untuk menguap menjadi suatu bentuk gas, dan
semua gas memiliki suatu kecenderungan untuk mengembun kembali. Pada suatu suatu suhu tertentu,
suatu zat tertentu memiliki suatu tekanan parsial yang merupakan titik kesetimbangan
dinamis gas zat tersebut dengan bentuk cair atau padatnya. Titik ini adalah
tekanan uap zat tersebut pada suhu tersebut.
2.7 PRINSIP LE CHATELIER
Asas Le
Chatelier adalah asas yang digunakan untuk memprediksi pengaruh perubahan
kondisi pada kesetimbangan kimia. asas atau prinsip ini dinamai sesuai dengan
penemunya yaitu Henry-Louis Le Chatelier. Bunyi prinsip Le Chatelier adalah :
Ketika suatu sistem
kesetimbangan dialkukan perubahan karena konsentrasi, suhu, volume, atau
tekanan, maka sistem akan menyesuaikan diri sedemikian rupa meniadakan pengaruh
perubahan dan akan menghasilkan kesetimbangan baru.
Atau dapat dikatan bahwa ketika ada aksi yang mengganggu
sistem, maka sistem akan bereaksi supaya pengaruh aksi menjadi kecil sekecil
kecilnya.
Dalam ilmu kimia, prinsip Le Chatelier
digunakan untuk memanipulasi hasil dari reaksi bolak-balik bahkan bisa juga
untuk memperbanyak produk reaksi. Asas Le Chatelier hanya berlaku pada
kesetimbangan dinamis. Pada farmakologi, ikatan ligan untuk penerima bisa saja
menggeser kesetimbangan berdasarkan asas Le Chatelier sehingga dapat
menjelaskan bermacam-macam fenomena aktivasi dan desentisisasi reseptor.
Suatu aksi yang dapat mengubah suhu, tekanan atau
konsentrasi reaktan pada sistem kesetimbangan akan menstimulasi respon yang
secara perlahan mengimbangi perubahan ketika dihasilkan kesetimbangan baru.
Pada tahun 1884 , kimiawan Perancis bernama Henry-Louis Le Chatelier
mengusulkan konsep pusat dari kesetimbangan kimia yang mana menjelaskan apa
yang terjadi pada sistem jika sesuatu komponen diambil dari kesetimbangan.
Berikut adalah tiga cara untuk mengubah kondisi reaksi pada saat terjai
kesetimbangan.
·
Perubahan konsentrasi salah satu komponen
reaksi
·
Perubahan tekanan sistem
·
Perubahan suhu ketika reaksi berlangsung
2.8 TITIK DIDIH DAN TITIK BEKU
Secara sederhana pengertian titk didh adalah
suhu yang dicapai suatu zat cair ketika mendidih yang ditandai dengan timbulnya
gelembung-gelembung uap yang dapat kita lihat secara langsung. Gelembung uap
ini timbul karena tekanan didalam air sana atau lebih besar daripada tekanan
udara di luar. Seperti air dikatakan mendidih jika sudah timbul
gelembung-gelembung pada seluruh bagian air. Gelembung-gelembung ini merupakan gelembung
uap dimana jika air kita biarkan mendidih terus menerus maka akhirnya air akan
habis menguap dan panci kita menjadi gosong.
Titik didih suatu cairan tidak bersifat tetap namun
tergantung pada tekana udara sekitar. Dipermukaan bumi normalnya tekanan udara
adalah 1 atm dimana titik didih air adalah 100 derajat C. Semakin kecil tekanan
udara maka titik didih zat cair akan semakin rendah.
Sedangkan pengertian titik beku adalah suhu
yang dicapai zat cair ketika menjadi padat atau disebut membeku. Zat cair dapat
menjadi beku ketika suhunya diturunkan terus-menerus, seperti air yang kita
masukkan ke dalam kulkas dan setelah beberapa waktu menjadi beku, dan pada saat
itulah air mencapai titk bekunya dan suhunya akan stabil pada titik beku
tersebut.
Umumnya titik beku air adalah 0 derajat C. Namun ada
situasi dimana pada suhu itu air masih dalam bentuk cairan dan belum membeku
yang disebut supercooled water. Ini gerjadi ketika kondisi air sangat murni
tanpa campuran partikel lain sehingga jarang kita temui karena kebanyakan air
yang kita konsumsi telah bercampur dengan partikel-pertikel lain.
2.9 ZAT PADAT YANG BERBETUK KRISTAL
Kristal atau hablur adalah
suatu padatan yang atom, molekul, atau ionpenyusunnya terkemas secara teratur dan
polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk
kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa
berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya
"terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama, tetapi, secara umum,
kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan
polikristalin.
Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu
cairan tergantung pada kimia cairannya sendiri, kondisi ketika
terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya
struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi.
Meski proses pendinginan sering menghasilkan
bahan kristalin, dalam keadaan tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk
non-kristalin. Dalam banyak kasus, ini terjadi karena pendinginan yang terlalu
cepat sehingga atom-atomnya tidak dapat mencapai lokasi kisinya. Suatu bahan
non-kristalin biasa disebut bahan amorf atau seperti gelas.
Walaupun terkadang bahan seperti ini juga disebut sebagai padatan amorf,
meskipun ada perbedaan jelas antara padatan dan gelas. Proses pembentukan gelas
tidak melepaskan kalor lebur jenis (Bahasa Inggris: latent heat of fusion).
Karena alasan ini banyak ilmuwan yang menganggap bahan gelas sebagai cairan,
bukan padatan. Topik ini kontroversial, silakan lihat gelas untuk
pembahasan lebih lanjut.
Struktur kristal terjadi pada semua kelas
material, dengan semua jenis ikatan kimia. Hampir semua ikatan logam ada
pada keadaan polikristalin; logam amorf atau kristal tunggal harus diproduksi
secara sintetis, dengan kesulitan besar. Kristal ikatan iondapat terbentuk saat pemadatan garam, baik dari
lelehan cairan maupun kondensasi larutan. Kristal ikatan kovalen juga sangat
umum. Contohnya adalah intan, silika dan grafit. Material polimer umumnya akan membentuk bagian-bagian kristalin,
namun panjang molekul-molekulnya biasanya mencegah
pengkristalan menyeluruh. Gaya Van der Waals lemah
juga dapat berperan dalam struktur kristal. Contohnya, jenis ikatan inilah yang
menyatukan lapisan-lapisan berpola heksagonal pada grafit.
Kebanyakan material kristalin memiliki
berbagai jenis cacat
kristalografis. Jenis dan struktur cacat-cacat tersebut dapat
berefek besar pada sifat-sifat material tersebut.
Meskipun istilah "kristal" memiliki makna yang
sudah ditentukan dalam ilmu material dan fisika padat,
dalam kehidupan sehari-hari "kristal" merujuk pada benda padat yang
menunjukkan bentuk geometri tertentu, dan kerap kali sedap di mata. Berbagai
bentuk kristal tersebut dapat ditemukan di alam. Bentuk-bentuk kristal ini
bergantung pada jenis ikatan molekuler antara atom-atom untuk menentukan
strukturnya, dan juga keadaan terciptanya kristal tersebut. Bunga salju, intan,
dan garam dapur adalah contoh-contoh kristal.
Beberapa material kristalin mungkin menunjukkan
sifat-sifat elektrik khas, seperti efek feroelektrik atau
efek piezoelektrik. Kelakuan cahaya dalam
kristal dijelaskan dalam optika kristal. Dalam struktur dielektrik periodik serangkaian sifat-sifat optis unik
dapat ditemukan seperti yang dijelaskan dalam kristal fotonik.
2.10 KISI DAN STRUKTUR KRISTAL
Struktur kristal adalah suatu susunan
khas atom-atom dalam suatu kristal. Suatu struktur kristal dibangun
oleh sel unit, sekumpulan atom yang tersusun secara khusus, yang
secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam suatu kisi. Spasi antar sel unit dalam segala arah disebut parameter
kisi. Sifat simetri kristalnya terwadahi dalam gugus spasinya.
Struktur dan simetri suatu emmainkan peran penting dalam menentukan
sifat-sifatnya, seperti sifat pembelahan, struktur pita listrik,
dan optiknya.
Dasar-Dasar Struktur Kristal
·
Kisi dan basis kristal
Kisi adalah sebuah susunan titi-titik yang teratur dan
periodik di dalam ruang. Sebuah kristal ideal disusun oleh satuan-satuan
kristal yang identik secara berulang-ulang yang tak hingga dalam ruang.
Basis didefinisikan sebagai sekumpulan atom, dengan
jumlah atom dalam sebuah basis dapat berisi satu atom atau lebih.
·
Struktur Kristal
Bahan yang tersusun oleh deretan atom-atom yang teratur
letaknya dan berulang (periodik) yang tidak berhingga dalam ruang disebut bahan
kristal. Kumpulan yang berupa atom atau molekul dan sel ini terpisah sejauh 1 Å
atau 2 Å
Sebaliknya, zat padat yang tidak memiliki keteraturan
demikian disebut bahan amorf atau bukan-kristal
Struktur kristal akan terjadi bila ditempatkan suatu
basis pada setiap titik kisi sehingga struktur kristal merupakan gabungan
antara kisi dan basis. Apabila dinyatakan dalam hubungan dua dimensi adalah
sebagai berikut.
Sistem Kisi Kristal dan Kisi Bravais
TIPE KISI 3 DIMENSI
Untuk tipe kisi 3 dimensi terdapat 7 sistem kisi kristal, yaitu sebagai berikut:
1. Triklinik
2. Monoklin
3. Orthorombik
4. Tetragonal
5. Kubus
6. Trigonal
7. Heksagonal
Untuk tipe kisi 3 dimensi terdapat 7 sistem kisi kristal, yaitu sebagai berikut:
1. Triklinik
2. Monoklin
3. Orthorombik
4. Tetragonal
5. Kubus
6. Trigonal
7. Heksagonal
2.11 JENIS KRISTAL DAN SIFATNYA
v Kristal logam
Kisi kristal logam terdiri atas atom logam
yang terikat dengan ikatan logam. Elektron valensi dalam atom logam mudah
dikeluarkan (karena energi ionisasinya yang kecil) menghasilkan kation. Bila
dua atom logam saling mendekat, orbital atom terluarnya akan tumpang tindih
membentuk orbital molekul. Bila atom ketiga mendekati kedua atom tersebut,
interaksi antar orbitalnya terjadi dan orbital molekul baru terbentuk. Jadi,
sejumlah besar orbital molekul akan terbentuk oleh sejumlah besar atom logam,
dan orbital molekul yang dihasilkan akan tersebar di tiga dimensi. Hal ini
sudah dilakukan di Bab 3.4 (Gambar 3.8).
Karena orbital atom bertumpangtindih berulang-ulang, elektron-elektron di kulit terluar setiap atom akan dipengaruhi oleh banyak atom lain. Elektron semacam ini tidak harus dimiliki oleh atom tertentu, tetapi akan bergerak bebas dalam kisi yang dibentuk oleh atom-atom ini. Jadi, elektron-elektron ini disebut dengan elektron bebas.
Sifat-sifat logam yang bemanfaat seperti kedapat-tempa-annya, hantaran listrik dan panas serta kilap logam dapat dihubungkan dengan sifat ikatan logam. Misalnya, logam dapat mempertahankan strukturnya bahkan bila ada deformasi. Hal ini karena ada interaksi yang kuat di berbagai arah antara atom (ion) dan elektron bebas di sekitarnya.
Karena orbital atom bertumpangtindih berulang-ulang, elektron-elektron di kulit terluar setiap atom akan dipengaruhi oleh banyak atom lain. Elektron semacam ini tidak harus dimiliki oleh atom tertentu, tetapi akan bergerak bebas dalam kisi yang dibentuk oleh atom-atom ini. Jadi, elektron-elektron ini disebut dengan elektron bebas.
Sifat-sifat logam yang bemanfaat seperti kedapat-tempa-annya, hantaran listrik dan panas serta kilap logam dapat dihubungkan dengan sifat ikatan logam. Misalnya, logam dapat mempertahankan strukturnya bahkan bila ada deformasi. Hal ini karena ada interaksi yang kuat di berbagai arah antara atom (ion) dan elektron bebas di sekitarnya.
Logam akan terdeformasi bila gaya yang kuat
diberikan, tetapi logam tidak akan putus. Sifat ini karena interaksi yang kuat
antara ion logam dan elektron bebas.
Tingginya hantaran panas logam dapat juga dijelaskan
dengan elektron bebas ini. Bila salah satu ujung logam dipanaskan, energi
kinetik elektron sekitar ujung itu akan meningkat. Peningkatan energi
kinetik dengan cepat ditransfer ke elektron bebas. Hantaran listrik dijelaskan
dengan cara yang sama. Bila beda tegangan diberikan pada kedua ujung logam,
elektron akan mengalir ke arah muatan yang positif.
Kilap logam diakibatkan oleh sejumlah besar orbital molekul kristal logam. Karena sedemikian banyak orbital molekul, celah energi antara tingkat-tingkat energi itu sangat kecil. Bila permukaan logam disinari, elektron akan mengabsorbsi energi sinar tersebut dan tereksitasi. Akibatnya, rentang panjang gelombang cahaya yang diserap sangat lebar. Bila elektron yang tereksitasi melepaskan energi yang diterimanya dan kembali ke keadaan dasar, cahaya dengan rentang panjang gelombang yang lebar akan dipancarkan, yang akan kita amati sebagai kilap logam.
Kilap logam diakibatkan oleh sejumlah besar orbital molekul kristal logam. Karena sedemikian banyak orbital molekul, celah energi antara tingkat-tingkat energi itu sangat kecil. Bila permukaan logam disinari, elektron akan mengabsorbsi energi sinar tersebut dan tereksitasi. Akibatnya, rentang panjang gelombang cahaya yang diserap sangat lebar. Bila elektron yang tereksitasi melepaskan energi yang diterimanya dan kembali ke keadaan dasar, cahaya dengan rentang panjang gelombang yang lebar akan dipancarkan, yang akan kita amati sebagai kilap logam.
v Kristal ionik
Kristal ionik semacam natrium khlorida (NaCl)
dibentuk oleh gaya tarik antara ion bermuatan positif dan negatif. Kristal
ionik biasanya memiliki titik leleh tinggo dan hantaran listrik yang rendah.
Namun, dalam larutan atau dalam lelehannya, kristal ionik terdisosiasi menjadi
ion-ion yang memiliki hantaran listrik.
Biasanya diasumsikan bahwa terbentuk ikatan antara kation dan anion. Dalam kristal ion natrium khlorida, ion natrium dan khlorida diikat oleh ikatan ion. Berlawanan dengan ikatan kovalen, ikatan ion tidak memiliki arah khusus, dan akibatnya, ion natrium akan berinteraksi dengan semua ion khlorida dalam kristal, walaupun intensitas interaksi beragam. Demikian juga, ion khlorida akan berinteraksi dengan semua ion natrium dalam kristal.
Susunan ion dalam kristal ion yang paling stabil adalah susunan dengan jumlah kontak antara partikel bermuatan berlawanan terbesar, atau dengan kata lain, bilangan koordinasinya terbesar. Namun, ukuran kation berbeda dengan ukuran anion, dan akibatnya, ada kecenderungan anion yang lebih besar akan tersusun terjejal, dan kation yang lebih kecil akan berada di celah antar anion.
Biasanya diasumsikan bahwa terbentuk ikatan antara kation dan anion. Dalam kristal ion natrium khlorida, ion natrium dan khlorida diikat oleh ikatan ion. Berlawanan dengan ikatan kovalen, ikatan ion tidak memiliki arah khusus, dan akibatnya, ion natrium akan berinteraksi dengan semua ion khlorida dalam kristal, walaupun intensitas interaksi beragam. Demikian juga, ion khlorida akan berinteraksi dengan semua ion natrium dalam kristal.
Susunan ion dalam kristal ion yang paling stabil adalah susunan dengan jumlah kontak antara partikel bermuatan berlawanan terbesar, atau dengan kata lain, bilangan koordinasinya terbesar. Namun, ukuran kation berbeda dengan ukuran anion, dan akibatnya, ada kecenderungan anion yang lebih besar akan tersusun terjejal, dan kation yang lebih kecil akan berada di celah antar anion.
Dalam kasus natrium khlorida, anion khlorida
(jari-jari 0,181 nm) akan membentuk susunan kisi berpusat muka dengan jarak
antar atom yang agak panjang sehingga kation natrium yang lebih kecil (0,098
nm) dapat dengan mudah diakomodasi dalam ruangannya. Setiap ion natrium
dikelilingi oleh enam ion khlorida (bilangan koordinasi = 6). Demikian juga,
setiap ion khlorida dikelilingi oleh enam ion natrium (bilangan koordinasi = 6).
Jadi, dicapai koordinasi 6:6.
Masing-masing ion dikelilingi oleh enam ion yang muatannya berlawanan.
Struktur ini bukan struktur terjejal.
Masing-masing ion dikelilingi oleh enam ion yang muatannya berlawanan.
Struktur ini bukan struktur terjejal.
Dalam cesium khlorida, ion cesium yang lebih besar
(0,168nm) dari ion natrium dikelilingi oleh 8 ion khlorida membentuk koordinasi
8:8. Ion cesium maupun khlorida seolah secara independen membentuk kisi kubus
sederhana, dan satu ion cesium terletak di pusat kubus yang dibentuk oleh 8 ion
khlorida.
Setiap ion dikelilingi oleh delapan ion
dengan muatan yang berlawanan.
Struktur ini juga bukan struktur terjejal.
Struktur ini juga bukan struktur terjejal.
Jelas bahwa struktur kristal garam bergantung pada rasio
ukuran kation dan anion. Bila rasio (jarijari kation)/(jari-jari anion) (rC/rA)
lebih kecil dari nilai rasio di natrium khlorida, bilangan koordinasinya akan
lebih kecil dari enam. Dalam zink sulfida, ion zink dikelilingi hanya oleh
empat ion sulfida. Masalah ini dirangkumkan di tabel 8.3.
Tabel Rasio jari-jari kation rC dan anion rA dan
bilangan koordinasi.
Rasio jari-jari rC/rA
|
Bilangan koordinasi
|
contoh
|
0,225-0,414
|
4
|
ZnS
|
0,414-0,732
|
6
|
Sebagian besar halida logam alkali
|
>0,732
|
8
|
CsCl, CsBr, CsI
|
Latihan 8.4 Penyusunan dalam kristal ion
Dengan menggunakan jari-jari ion (nm) di bawah ini, ramalkan struktur litium fluorida LiF dan rubidium bromida RbBr. Li+ = 0,074, Rb+ = 0,149, F- = 0,131, Br- = 0<196>
Jawab
Untuk LiF, rC/rA = 0,074/0,131 = 0,565. Nilai ini berkaitan dengan nilai rasio untuk kristal berkoordinasi enam, sehingga LiF akan bertipe NaCl. Untuk RbBr, rC/rA = 0,149/0,196 = 0,760, yang termasuk daerah berkoordinasi 8, sehingga RbBr diharapkan bertipe CsCl.
Dengan menggunakan jari-jari ion (nm) di bawah ini, ramalkan struktur litium fluorida LiF dan rubidium bromida RbBr. Li+ = 0,074, Rb+ = 0,149, F- = 0,131, Br- = 0<196>
Jawab
Untuk LiF, rC/rA = 0,074/0,131 = 0,565. Nilai ini berkaitan dengan nilai rasio untuk kristal berkoordinasi enam, sehingga LiF akan bertipe NaCl. Untuk RbBr, rC/rA = 0,149/0,196 = 0,760, yang termasuk daerah berkoordinasi 8, sehingga RbBr diharapkan bertipe CsCl.
v Kristal molekular
Kristal dengan molekul terikat oleh gaya
antarmolekul semacam gaya van der Waals disebut dengan kristal molekul. Kristal
yang didiskusikan selama ini tersusun atas suatu jenis ikatan kimia antara atom
atau ion. Namun, kristal dapat terbentuk, tanpa bantuan ikatan, tetapi dengan
interaksi lemah antar molekulnya. Bahkan gas mulia mengkristal pada temperatur
sangat rendah. Argon mengkristal dengan gaya van der Waaks, dan titik lelehnya
-189,2°C. Padatan argon berstruktur kubus terjejal.
Molekul diatomik semacam iodin tidak dapat dianggap berbentuk bola. Walaupun tersusun teratur di kristal, arah molekulnya bergantian. Namun, karena strukturnya yang sederhana, permukaan kristalnya teratur. Ini alasannya mengapa kristal iodin memiliki kilap.
Strukturnya berupa kisi ortorombik berpusat muka.
Molekul di pusat setiap muka ditandai dengan warna lebih gelap.
Molekul diatomik semacam iodin tidak dapat dianggap berbentuk bola. Walaupun tersusun teratur di kristal, arah molekulnya bergantian. Namun, karena strukturnya yang sederhana, permukaan kristalnya teratur. Ini alasannya mengapa kristal iodin memiliki kilap.
Strukturnya berupa kisi ortorombik berpusat muka.
Molekul di pusat setiap muka ditandai dengan warna lebih gelap.
Pola penyusunan kristal senyawa organik dengan struktur
yang lebih rumit telah diselidiki dengan analisis kristalografi sinar-X. Bentuk
setiap molekulnya dalam banyak kasus mirip atau secara esensi identik dengan
bentuknya dalam fasa gas atau dalam larutan.
v Kristal kovalen
Banyak kristal memiliki struktur mirip
molekul-raksasa atau mirip polimer. Dalam kristal seperti ini semua atom
penyusunnya (tidak harus satu jenis) secara berulang saling terikat dengan
ikatan kovelen sedemikian sehingga gugusan yang dihasilkan nampak dengan mata
telanjang. Intan adalah contoh khas jenis kristal seperti ini, dan kekerasannya
berasal dari jaringan kuat yang terbentuk oleh ikatan kovalen orbital atom
karbon hibrida sp3. Intan stabil sampai 3500°C, dan pada temperatur ini atau di
atasnya intan akan menyublim.
Kristal semacam silikon karbida (SiC)n atau boron nitrida (BN)n memiliki struktur yang mirip dengan intan. Contoh yang sangat terkenal juga adalah silikon dioksida (kuarsa; SiO2). Silikon adalah tetravalen, seperti karbon, dan mengikat empat atom oksigen membentuk tetrahedron. Setiap atom oksigen terikat pada atom silikon lain. Titik leleh kuarsa adalah 1700 °C.
Sudut ∠C-C-C adalah sudut tetrahedral, dan setiap
atom karbon dikelilingi oleh empat atom karbon lain.
Bila atom oksigen diabaikan, atom silikon akan membentuk struktur mirip intan. Atom oksigen berada di antara atom-atom silikon.
Kristal semacam silikon karbida (SiC)n atau boron nitrida (BN)n memiliki struktur yang mirip dengan intan. Contoh yang sangat terkenal juga adalah silikon dioksida (kuarsa; SiO2). Silikon adalah tetravalen, seperti karbon, dan mengikat empat atom oksigen membentuk tetrahedron. Setiap atom oksigen terikat pada atom silikon lain. Titik leleh kuarsa adalah 1700 °C.
Sudut ∠C-C-C adalah sudut tetrahedral, dan setiap
atom karbon dikelilingi oleh empat atom karbon lain.
Bila atom oksigen diabaikan, atom silikon akan membentuk struktur mirip intan. Atom oksigen berada di antara atom-atom silikon.
v Kristal cair
Kristal memiliki titik leleh yang tetap,
dengan kata laun, kristal akan mempertahankan temperatur dari awal hingga akhir
proses pelelehan. Sebaliknya, titik leleh zat amorf berada di nilai temperatur
yang lebar, dan temperatur selama proses pelelehan akan bervariasi.
Terdapat beberapa padatan yang berubah menjadi fasa cairan buram pada temperatur tetap tertentu yang disebut temperatur transisi sebelum zat tersebut akhirnya meleleh. Fasa cair ini memiliki sifat khas cairan seperti fluiditas dan tegangan permukaan. Namun, dalam fasa cair, molekul-molekul pada derajat tertentu mempertahankan susunan teratur dan sifat optik cairan ini agak dekat dengan sifat optik kristal. Material seperti ini disebut dengan kristal cair. Molekul yang dapat menjadi kristal cair memiliki fitur struktur umum, yakni molekul-molekul ini memiliki satuan struktural planar semacam cincin benzen
Terdapat beberapa padatan yang berubah menjadi fasa cairan buram pada temperatur tetap tertentu yang disebut temperatur transisi sebelum zat tersebut akhirnya meleleh. Fasa cair ini memiliki sifat khas cairan seperti fluiditas dan tegangan permukaan. Namun, dalam fasa cair, molekul-molekul pada derajat tertentu mempertahankan susunan teratur dan sifat optik cairan ini agak dekat dengan sifat optik kristal. Material seperti ini disebut dengan kristal cair. Molekul yang dapat menjadi kristal cair memiliki fitur struktur umum, yakni molekul-molekul ini memiliki satuan struktural planar semacam cincin benzen
Dalam kristal-kristal cair ini, dua cincin benzen
membentuk rangka planar.
Terdapat tiga jenis kristal cair: smektik, nematik, dan
kholesterik. Hubungan struktural antara kristal padat-smektik, nematik dan
kholesterik. Kristal cair digunakan secara luas untuk tujuan praktis semacam
layar TV atau jam tangan.
Keteraturan adalm kristal adalah tiga dimensi. Dalam
kristal cair smektik dapat dikatakan keteraturannya di dua dimensi, dan di
nematik satu dimensi. T adalah temperatur transisi.
2.12 DIAGRAM PEMANASAN DAN PENDINGINAN : PERUBAHAN
KEADAAN
Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada
komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada strukturmikronya.
Suatu paduan dengan komposisi kimia yang sama dapat memiliki strukturmikro yang
berbeda, dan sifat mekaniknya akan berbeda. Strukturmikro tergantung pada
proses pengerjaan yang dialami, terutama proses laku-panas yang diterima selama
proses pengerjaan.
Proses laku-panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Proses laku-panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu.
Proses laku-panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Proses laku-panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu.
Secara umum perlakukan panas (Heat treatment)
diklasifikasikan dalam 2 jenis :
A. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan)
Tujuan dari perlakuan panas Near Equilibrium adalah
untuk :
a. Melunakkan struktur kristal
b. Menghaluskan butir
c. Menghilangkan tegangan dalam
d. Memperbaiki machineability.
Jenis dari perlakukan panas Near Equibrium, misalnya
:
· Full Annealing (annealing)
· Stress relief Annealing
· Process annealing
· Spheroidizing
· Normalizing
· Homogenizing.
B. Non Equilirium (Tidak setimbang)
Tujuan panas Non Equilibrium adalah untuk
mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi.
Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, misalnya
:
· Hardening
· Martempering
· Austempering
· Surface Hardening (Carburizing, Nitriding,
Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening)
Pada proses pembuatannya, komposisi
kimia yang dibutuhkan diperoleh ketika baja dalam bentuk fasa cair
pada suhu yang tinggi.
Pada saat proses pendinginan dari suhu lelehnya, baja
mulai berubah menjadi fasa padat pada suhu 13500, pada fasa ini lah
berlangsung perubahan struktur mikro. Perubahan struktur mikro dapat
juga dilakukan dengan jalan heat treatment.
Bila proses pendinginan dilakukan secara perlahan, maka
akan dapat dicapai tiap jenis struktur mikro yang seimbang sesuai
dengan komposisi kimia dan suhu baja. Perubahan struktur mikropada
berbagai suhu dan kadar karbon dapat dilihat pada Diagram Fase Keseimbangan.
Keterangan gambar :
Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa pada
proses pendinginan perubahan – perubahan pada struktur
kristal dan struktur mikro sangat bergantung pada komposisi kimia.
· Pada kandungan karbon mencapai 6.67% terbentuk
struktur mikro dinamakan Sementit Fe3C (dapat dilihat pada garis vertical
paling kanan).
· Sifat – sifat cementitte: sangat keras dan sangat
getas
· Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan
karbon yang sangat rendah, pada suhu kamar terbentuk struktur mikro ferit.
· Pada baja dengan kadar karbon 0.83%, struktur
mikro yang terbentuk adalah Perlit, kondisi suhu dan kadar karbon ini
dinamakan titik Eutectoid.
· Pada baja dengan kandungan karbon rendah
sampai dengan titikeutectoid, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran
antara ferit dan perlit.
· Pada baja dengan kandungan titik eutectoid
sampai dengan6.67%, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara
perlit dan sementit.
· Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan
kadar karbon rendah, akan terbentuk struktur mikro Ferit Delta lalu
menjadi struktur mikro Austenit.
· Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi,
suhu leleh turun dengan naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari
leleh menjadi Austenit.
Penekanan terletak pada Struktur mikro, garis-garis dan
Kandungan Carbon.
a. Kandungan Carbon
0,008%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature kamar
0,025%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature 723
0,008%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature kamar
0,025%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature 723
b. Derajat Celcius
0,83%C = Titik Eutectoid
2%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Gamma pada temperature 1130 Derajat Celcius
4,3%C = Titik Eutectic
0,1%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Delta pada temperature 1493 Derajat Celcius
0,83%C = Titik Eutectoid
2%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Gamma pada temperature 1130 Derajat Celcius
4,3%C = Titik Eutectic
0,1%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Delta pada temperature 1493 Derajat Celcius
c. Garis-garis
Garis Liquidus ialah garis yang menunjukan awal dari proses pendinginan (pembekuan).
Garis Solidus ialah garis yang menunjukan akhir dari proses pembekuan (pendinginan).
Garis Solvus ialah garis yang menunjukan batas antara fasa padat denga fasa padat atau solid solution dengan solid solution.
Garis Acm = garis kelarutan Carbon pada besi Gamma (Austenite)
Garis A3 = garis temperature dimana terjadi perubahan Ferrit menjadi Autenite (Gamma) pada pemanasan.
Garis A1 = garis temperature dimana terjadi perubahan Austenite (Gamma) menjadi Ferrit pada pendinginan.
Garis A0 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Cementid.
Garis A2 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Ferrite.
Struktur mikro
Ferrite ialah suatu komposisi logam yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon 0,025%C pada temperature 723 Derajat Celcius, struktur kristalnya BCC (Body Center Cubic) dan pada temperature kamar mempunyai batas kelarutan Carbon 0,008%C.
Austenite ialah suatu larutan padat yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon 2%C pada temperature 1130 Derajat Celcius, struktur kristalnya FCC (Face Center Cubic).
Cementid ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C dengan perbandingan tertentu (mempunyai rumus empiris) dan struktur kristalnya Orthohombic.
Lediburite ialah campuran Eutectic antara besi Gamma dengan Cementid yang dibentuk pada temperature 1130 Derajat Celcius dengan kandungan Carbon 4,3%C.
Pearlite ialah campuran Eutectoid antara Ferrite dengan Cementid yang dibentuk pada temperature 723 Derajat Celcius dengan kandungan Carbon 0,83%C.
Garis Liquidus ialah garis yang menunjukan awal dari proses pendinginan (pembekuan).
Garis Solidus ialah garis yang menunjukan akhir dari proses pembekuan (pendinginan).
Garis Solvus ialah garis yang menunjukan batas antara fasa padat denga fasa padat atau solid solution dengan solid solution.
Garis Acm = garis kelarutan Carbon pada besi Gamma (Austenite)
Garis A3 = garis temperature dimana terjadi perubahan Ferrit menjadi Autenite (Gamma) pada pemanasan.
Garis A1 = garis temperature dimana terjadi perubahan Austenite (Gamma) menjadi Ferrit pada pendinginan.
Garis A0 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Cementid.
Garis A2 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Ferrite.
Struktur mikro
Ferrite ialah suatu komposisi logam yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon 0,025%C pada temperature 723 Derajat Celcius, struktur kristalnya BCC (Body Center Cubic) dan pada temperature kamar mempunyai batas kelarutan Carbon 0,008%C.
Austenite ialah suatu larutan padat yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon 2%C pada temperature 1130 Derajat Celcius, struktur kristalnya FCC (Face Center Cubic).
Cementid ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C dengan perbandingan tertentu (mempunyai rumus empiris) dan struktur kristalnya Orthohombic.
Lediburite ialah campuran Eutectic antara besi Gamma dengan Cementid yang dibentuk pada temperature 1130 Derajat Celcius dengan kandungan Carbon 4,3%C.
Pearlite ialah campuran Eutectoid antara Ferrite dengan Cementid yang dibentuk pada temperature 723 Derajat Celcius dengan kandungan Carbon 0,83%C.
Secara umum heat treatment dengan kondisi Near
Equilibrium itu dapat disebut dengan anneling.
1. Annealing ialah
suatu proses laku panas (heat treatment) yang sering dilakukan terhadap logam
atau paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Tahapan dari proses Anneling
ini dimulai dengan memanaskan logam (paduan) sampai temperature tertentu,
menahan pada temperature tertentu tadi selama beberapa waktu tertentu agar
tercapai perubahan yang diinginkan lalu mendinginkan logam atau paduan tadi
dengan laju pendinginan yang cukup lambat. Jenis Anneling itu beraneka ragam,
tergantung pada jenis atau kondisi benda kerja, temperature pemanasan, lamanya
waktu penahanan, laju pendinginan (cooling rate), dll.
Full annealing (annealing)
Merupakan proses perlakuan panas untuk menghasilkan perlite yang kasar (coarse pearlite) tetapi lunak dengan pemanasan sampai austenitisasi dan didinginkan dengan dapur, memperbaiki ukuran butir serta dalam beberapa hal juga memperbaiki machinibility.
Pada proses full annealing ini biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid , 25 Derajat hingga 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 25 Derajat hingga 50 Derajat Celcius diatas garis A1). Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan yang cukup lambat (biasanya dengan dapur atau dalam bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik).
Perlu diketahui bahwa selama pemanasan dibawah temperature kritis garis A1 maka belum terjadi perubahan struktur mikro. Perubahan baru mulai terjadi bila temperature pemanasan mencapai garis atau temperature A1 (butir-butir Kristal pearlite bertransformasi menjadi austenite yang halus). Pada baja hypoeutectoid bila pemanasan dilanjutkan ke temperature yang lebih tinggi maka butir kristalnya mulai bertransformasi menjadi sejumlah Kristal austenite yang halus, sedang butir Kristal austenite yang sudah ada (yang berasal dari pearlite) hampir tidak tumbuh. Perubahan ini selesai setelah menyentuh garis A3 (temperature kritis A3). Pada temperature ini butir kristal austenite masih halus sekali dan tidak homogen. Dengan menaikan temperature sedikit diatas temperature kritis A3 (garis A3) dan memberI waktu penahanan (holding time) seperlunya maka akan diperoleh austenite yang lebih homogen dengan butiran kristal yang juga masih halus sehingga bila nantinya didinginkan dengan lambat akan menghasilkan butir-butir Kristal ferrite dan pearlite yang halus.
Baja yang dalam proses pengerjaannya mengalami pemanasan sampai temperature yang terlalu tinggi ataupun waktu tahan (holding time) terlalu lama biasanya butiran kristal austenitenya akan terlalu kasar dan bila didinginkan dengan lambat akan menghasilkan ferrit atau pearlite yang kasar sehingga sifat mekaniknya juga kurang baik (akan lebih getas). Untuk bajahypereutectoid, annealing merupakan persiapan untuk proses selanjutnya dan tidak merupakan proses akhir.
2. Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang menghasilkan perlite halus, pendinginannya dengan menggunakan media udara, lebih keras dan kuat dari hasil anneal.
Secara teknis prosesnya hampir sama dengan annealing, yakni biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid , 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 50 Derajat Celcius diatas garis Acm). Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan pada udara. Pendinginan ini lebih cepat daripada pendinginan pada annealing.
Merupakan proses perlakuan panas untuk menghasilkan perlite yang kasar (coarse pearlite) tetapi lunak dengan pemanasan sampai austenitisasi dan didinginkan dengan dapur, memperbaiki ukuran butir serta dalam beberapa hal juga memperbaiki machinibility.
Pada proses full annealing ini biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid , 25 Derajat hingga 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 25 Derajat hingga 50 Derajat Celcius diatas garis A1). Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan yang cukup lambat (biasanya dengan dapur atau dalam bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik).
Perlu diketahui bahwa selama pemanasan dibawah temperature kritis garis A1 maka belum terjadi perubahan struktur mikro. Perubahan baru mulai terjadi bila temperature pemanasan mencapai garis atau temperature A1 (butir-butir Kristal pearlite bertransformasi menjadi austenite yang halus). Pada baja hypoeutectoid bila pemanasan dilanjutkan ke temperature yang lebih tinggi maka butir kristalnya mulai bertransformasi menjadi sejumlah Kristal austenite yang halus, sedang butir Kristal austenite yang sudah ada (yang berasal dari pearlite) hampir tidak tumbuh. Perubahan ini selesai setelah menyentuh garis A3 (temperature kritis A3). Pada temperature ini butir kristal austenite masih halus sekali dan tidak homogen. Dengan menaikan temperature sedikit diatas temperature kritis A3 (garis A3) dan memberI waktu penahanan (holding time) seperlunya maka akan diperoleh austenite yang lebih homogen dengan butiran kristal yang juga masih halus sehingga bila nantinya didinginkan dengan lambat akan menghasilkan butir-butir Kristal ferrite dan pearlite yang halus.
Baja yang dalam proses pengerjaannya mengalami pemanasan sampai temperature yang terlalu tinggi ataupun waktu tahan (holding time) terlalu lama biasanya butiran kristal austenitenya akan terlalu kasar dan bila didinginkan dengan lambat akan menghasilkan ferrit atau pearlite yang kasar sehingga sifat mekaniknya juga kurang baik (akan lebih getas). Untuk bajahypereutectoid, annealing merupakan persiapan untuk proses selanjutnya dan tidak merupakan proses akhir.
2. Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang menghasilkan perlite halus, pendinginannya dengan menggunakan media udara, lebih keras dan kuat dari hasil anneal.
Secara teknis prosesnya hampir sama dengan annealing, yakni biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid , 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 50 Derajat Celcius diatas garis Acm). Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan pada udara. Pendinginan ini lebih cepat daripada pendinginan pada annealing.
3. Spheroidizing merupakan process perlakuan panas untuk
menghasilkan strukturcarbida berbentuk bulat (spheroid) pada matriks ferrite.
Pada proses Spheroidizing ini akan memperbaiki machinibility pada
baja paduan kadar Carbon tinggi. Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai
berikut : bahwa baja hypereutectoid yang dianneal itu mempunyai
struktur yang terdiri dari pearlite yang “terbungkus” oleh jaringan cemented.
Adanya jaringan cemented (cemented network) ini meyebabkan baja (hypereutectoid)
ini mempunyai machinibility rendah. Untuk memperbaikinya maka cemented
network tersebut harus dihancurkan dengan proses spheroidizing.
Spheroidizing ini dilaksanakan dengan melakukan pemanasan sampai disekitar temperature kritis A1 bawah atau sedikit dibawahnya dan dibiarkan pada temperature tersebut dalam waktu yang lama (sekitar 24 jam) baru kemudian didinginkan. Karena berada pada temperature yang tinggi dalam waktu yang lama maka cemented yang tadinya berbentuk plat atau lempengan itu akan hancur menjadi bola-bola kecil (sphere) yang disebut denganspheroidite yang tersebar dalam matriks ferrite.
4. Process Annealing merupakan proses perlakuan panas yang ditujukan untuk melunakkan dan menaikkan kembali keuletan benda kerja agar dapat dideformasi lebih lanjut. Pada dasarnya proses Annealingdan Stress relief Annealing itu mempunyai kesamaan yakni bahwa kedua proses tersebut dilakukan masih dibawah garis A1 (temperature kritis A1) sehingga pada dasarnya yang terjadi hanyalah rekristalisasi saja.
Spheroidizing ini dilaksanakan dengan melakukan pemanasan sampai disekitar temperature kritis A1 bawah atau sedikit dibawahnya dan dibiarkan pada temperature tersebut dalam waktu yang lama (sekitar 24 jam) baru kemudian didinginkan. Karena berada pada temperature yang tinggi dalam waktu yang lama maka cemented yang tadinya berbentuk plat atau lempengan itu akan hancur menjadi bola-bola kecil (sphere) yang disebut denganspheroidite yang tersebar dalam matriks ferrite.
4. Process Annealing merupakan proses perlakuan panas yang ditujukan untuk melunakkan dan menaikkan kembali keuletan benda kerja agar dapat dideformasi lebih lanjut. Pada dasarnya proses Annealingdan Stress relief Annealing itu mempunyai kesamaan yakni bahwa kedua proses tersebut dilakukan masih dibawah garis A1 (temperature kritis A1) sehingga pada dasarnya yang terjadi hanyalah rekristalisasi saja.
5. Stress relief Annealing merupakan process perlakuan
panas untuk menghilangkan tegangan sisa akibat proses sebelumnya. Perlu diingat
bahwa baja dengan kandungan karbon dibawah 0,3% C itu tidak bisa dikeraskan
dengan membuat struktur mikronya berupa martensite. Nah, bagaimana caranya agar
kekerasannya meningkat tetapi struktur mikronya tidak martensite? Ya, dapat
dilakukan dengan pengerjaan dingin (cold working) tetapi perlu diingat bahwa
efek dari cold working ini akan timbu yang namanya tegangan dalam
atau tegangan sisa dan untuk menghilangkan tegangan sisa ini perlu dilakukan
proses Stress relief Annealing.
Heat Treatment dengan pendinginan
A. Heat Treatment dengan pendinginan tak menerus
Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi
dan kemudian ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka
akan menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada
diagram: Isothermal Tranformation Diagram.
Penjelasan diagram:
· Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia
terutama kadar karbon dalam baja.
· Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83%
yang ditahan suhunya dititik tertentu yang letaknya dibagian atas dari kurva C,
akan menghasilkan struktur perlit dan ferit.
· Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian
bawah kurva C tapi masih disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan
struktur mikro Bainit (lebih keras dari perlit).
· Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah
garis horizontal, maka akan mendapat struktur Martensit (sangat keras dan
getas).
· Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva
C tersebut akan bergeser kekanan.
· Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya
suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul
butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran
butir yang lebih kecil.
B. Heat Treatment dengan pendinginan menerus
Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan
material baja dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai
dengan suhu rendah.
Pengaruh kecepatan pendinginan manerus terhadap struktur
mikro yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling
Transformation Diagram.
Penjelasan diagram:
Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada
garis (a) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit.
Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b)
akan menghasilkan struktur mikro perlit dan bainit.
Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan
menghasilkan struktur mikro martensit.
Dalam prakteknya ada 3 heat treatment dalam pembuatan
baja:
· Pelunakan (Annealing) : pemanasan produk
setengah jadi pada suhu 850 – 9500 C dalam waktu yang tertentu,
lalu didinginkansecara perlahan (seperti garis-a diagram diatas). Proses
ini berlangsung didapur (furnace). Butiran yang dihasilkan umumnya besar/kasar.
· Normalizing : pemanasan produk setengah jadi
pada suhu 875 – 9800C disusul dengan pendinginan udara terbuka
(seperti garis-b diagram diatas). Butiran yang dihasilkan umumnya berlangsung
bersamaan dengan pelaksanaan penggilingan kondisi panas (rolling).
· Quenching : system pendinginan produk baja
secara cepat dengan cara penyemprotan air pada pencelupan serta perendaman
produk yang masih panas kedalam media air atau oli. Sistem pendinginan ini
seperti garis-c diagram diatas
2.13 DIAGRAM FASE
Diagram Fase atau Diagram P – T pada Pelarut H2O
Mengapa larutan (pelarut + zat terlarut)
mendidih pada suhu yang lebih tinggi dan membeku pada suhu yang lebih rendah
dari pada pelarutnya? Pertanyaan ini dapat dijelaskan secara teoritis dengan
membandingkan diagram fase pelarut dengan diagram fase larutannya.
Diagram fase atau biasa disebut juga diagram P – T adalah
diagram yang menyatakan hubungan antara suhu (T) dan tekanan P dengan fase zat
(padat, cair, dan gas). Diagram fase menyatakan batas-batas suhu dan tekanan di
mana suatu bentuk fase dapat stabil. Diagram fase H2O dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.
Berikut penjelasan diagram P – T dengan pelarut H2O:
Berikut penjelasan diagram P – T dengan pelarut H2O:
v Garis didih
Garis B – C pada gambar di atas disebut garis didih.
Garis didih merupakan transisi fase cair – gas. Setiap titik pada garis ini
menyatakan suhu dan tekanan di mana air akan mendidih. Seperti yang kita
ketahui bahwa titik didih tergantung pada tekanan gas di permukaan. Pada
tekanan 1 atm atau 760 mmHg, air mendidih pada suhu 100oC. Jika terdapat tempat
di bumi ini yang mempunyai tekanan 4,58 mmHg, maka sudah dipastikan air akan
mendidih pada kisaran 0,0098oC.
v Garis beku
Garis B – D pada gambar di atas disebut garis beku. Garis
beku merupakan transisi fase cair – padat. Setiap titik pada garis ini menyatakan
suhu dan tekanan di mana air dapat membeku (es mencair). Pada tekanan 1 atm
atau 760 mmHg, air membeku pada suhu 0oC, dan jika terdapat tempat di bumi ini
yang mempunyai tekanan 4,58 mmHg, maka sudah dipastikan air akan membeku pada
kisaran 0,0098oC. titik beku dan titik didih pada tekanan 4,58 mmHg mempunyai
nilai yang sama, artinya titik didh = titik beku pelarut. Perhatikan bahwa
tekanan permukaan berpengaruh besar pada titik didih, tetapi sangat kecil
pengaruhnya terhadap titik beku. Garis B – D nyaris vertical terhadap sumbu
suhu.
v Garis sublimasi
Garis A – B pada diagram fase di atas disebut garis
sublimasi. Garis sublimasi merupakan transisi fase pada gas. Setiap titik pada
pada garis sublimasi menyatakan suhu dan tekanan di mana zat padat dan uapnya
dapat menyublim.
v Titik tripel
Perpotongan antara garis didih dengan garis beku dan
garis sublimasi disebut titik tripel. Titik tripel air adalah 0,0098oC pada
tekanan 4,58 mmHg. Pada titik tripelnya, ketiga bentuk fase, yaitu padat, cair,
dan gas berada dalam kesetimbangan.
Diagram Fase atau Diagram P – T pada Larutan
Mari kita bandingkan dengan diagram fase larutan dengan diagram fase pelarutnya yaitu H2O, seperti tampak pada diagram P – T larutan berikut.
Mari kita bandingkan dengan diagram fase larutan dengan diagram fase pelarutnya yaitu H2O, seperti tampak pada diagram P – T larutan berikut.
Larutan mempunyai tekanan uap lebih rendah dari pada
pelarut murninya (dalam hal ini air) yang dinyatakan sebagai. Oleh karena itu
garis didih dan garis beku larutan berada di bawah garis didih dan garis beku
pelarutnya. Penurunan tekanan uap tersebut berpengaruh terhadap titik didih dan
titik beku larutan. seperti yang tampak pada diagram P – T larutan di atas,
tekanan uap larutan belum 760 mmHg pada suhu 100oC. oleh karena itu belum
mendidih. Larutan akan mendidih pada suhu di atas 100oC yaitu ketika tekanan
uapnya mencapai 760 mmHg. Dengan kata lain, larutan mempunyai titik didih lebih
tinggi dari pada pelarutnya. Sebaliknya, penurunan tekanan uap menyebabkan
titik beku larutan lebih rendah dibandingkan dengan titik beku pelarutnya.
Daftar
pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar